(Pendidikan di Era Global)
Oleh: Imron Rosidi, M.Pd
Teknologi modern telah memungkinkan terciptanya komunikasi bebas lintas benua, lintas negara, menerobos berbagai pelosok perkampungan di pedesaan dan menyelinap di gang-gang sempit melalui media audio (radio) dan audio visual (televisi, internet, dan lain-lain). Fenomena modern itu dikenal dengan sebutan globalisasi. Globalisasi yang telah menjalar ini belum dapat membawa bangsa Indonesia untuk beranjak pulih dari multikrisis yang berkepanjangan. Berbagai persoalan besar yang menjadi agenda recovery belum menunjukkan titik terang. Bahkan saat ini justru muncul persoalan lain yang tidak kalah besar dan rumit untuk dipecahkan, yaitu krisis moral.
Krisis moral merupakan salah satu di antara benang kusut yang dihadapi bangsa Indonesia selain Sumber Daya Manusia (SDM). Di bidang SDM, Indonesia tidak mampu mendayagunakan penduduknya menjadi potensi yang menguntungkan, sedangkan krisis moral ditandai dengan terjadinya dekadansi moral pada anak didik Indonesia tidak dapat dipungkiri sangat terkait erat dengan strategi pendidikan yang diterapkan. Tanpa strategi dan sistem pendidikan yang tepat mustahil dapat dihasilkan manusia-manusia unggul dan berakhlak mulia (akhlaq al-karimah).
Perspektif pembangunan pendidikan masa depan tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan aspek intelektual, melainkan juga watak, moral, sosial, dan fisik peserta didik. Hal di atas sejalan dengan konsep pendidikan dalam UU Sisdiknas tahun 2003. Pendidikan adalah usaha sadar yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, mengendalikan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan masyarakat, bangsa, dan negara (UU Sisdiknas tahun 2003). Dari pengertian di atas jelaslah bahwa pendidikan di Indonesia seyogyanya tidak sekadar membentuk manusia yang cerdas secara IQ, tetapi juga tidak mengesampingkan aspek spiritual dan akhlak mulia. Inilah yang sering dilupakan dan bahkan ditinggalkan oleh para guru ketika melaksanakan kewajibannya sebagai seorang pengajar. Dia lupa bahwa dia juga berperan sebagai seorang pendidik.
Untuk itu, sebagai upaya untuk menjawab permasalahan tersebut diperlukan paradigma baru dan revolusi mental para pelaku pendidikan, khususnya para guru dan siswa. Setelah itu, untuk bisa mengantarkan anak didik menuju kedewasaan berpikir, bersikap, dan berperilaku yang terpuji diperlukan kerjasama intensif antara sekolah, masyarakat, dan orang tua (keluarga). Pada dasarnya ketiga institusi pendidikan tersebut juga sama-sama sebagai stakeholders (pihak-pihak yang berkepentingan) terhadap output pendidikan,. Selain itu, ketiganya juga sebagai pihak yang ikut serta bertanggungjawab terhadap keberhasilan pencapaian tujuan sebuah institusi pendidikan, yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
Perubahan Paradigma Pendidikan di Era Global
Berbagai dampak era global menuntut adanya perubahan yang mendasar (mind set) dalam dunia pendidikan. Perubahan tersebut bukan hanya sekadar perubahan kurikulum semata, tetapi lebih dari itu. Hal ini bertujuan untuk melestarikan roh pendidikan di Indonesia yang bermartabat dalam rangka mempersiapkan anak didik yang memiliki kemampuan dasar intelektual dan tanggung jawab guna menghadapi kehidupan yang sangat kompetitif ini di era global. Untuk itu diperlukan sebuah perubahan cara pandang kita terhadap dunia pendidikan, yang dikenal dengan sebutan perubahan paradigma pendidikan.
Perubahan paradigma pendidikan dalam menghadapi tantangan global meliputi: (1) kurikulum yang sebelumnya dianggap sebagai sesuatu yang suci dan seakan-akan tidak bisa diubah harus segera diakhiri. Untuk itu, guru hendaknya tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan guru juga harus aktif mengaitkan kurikulum dengan lingkungan fisik dan sosial yang dihadapi siswanya, (2) guru sudah tidak boleh lagi mendudukkan dirinya sebagai dewa yang paling tahu segala-galanya dibanding anak didiknya di dalam kelas, (3) pendidikan yang berorientasi pada pengetahuan hendaknya segera diakhiri dan bergeser kepada pengembangan ke segala potensi anak didik, (4) pendidikan yang dibatasi dengan umur dan waktu hendaknya berubah ke arah pendidikan tanpa batas umur dan waktu atau disebut dengan long life education.
Selain itu, pendidikan berprespektif global tidak hanya bertujuan untuk mempersiapkan anak didik agar memiliki kemampuan inividual, tetapi harus juga memiliki kemampuan dasar intelektual dan tanggung jawab dalam memasuki kehidupan yang sangat kompetitif. Keseragaman komponen-komponen pembelajaran, mulai silabus, RPP, dan buku materi yang selama ini dianut para guru hendaknya digeser ke arah keberagaman yang terdesentralisasi dan terindividualisasi.
Pentingnya Revolusi Mental pada Sosok Guru
Perubahan-perubahan paradigma pendidikan yang telah diuraikan di atas tidak akan ada artinya tanpa didukung oleh perubahan mental para guru. Mental para guru saat ini sepertinya sudah merasa nyaman dengan kemapanan. Guru sudah merasa tenang sebagai penguasa tunggal dalam dunia pendidikan.
Keadaan tersebut tentunya tidak boleh terus berlangsung. Perlu adanya revolusi metal para guru dan siswa dalam menghadapi perubahan paradigma pendidikan akibat dampak era global saat ini. Revolusi mental yang diharapkan antara lain sebagai berikut.
Seorang guru beranggapan bahwa kewajibannya hanyalah menyampaikan materi sesuai dengan target kurikulum. Untuk selebihnya dianggap tidak perlu. Mental seperti ini harus segera direvolusi. Kalau tidak, guru tersebut berarti telah menghilangkan fungsi terpenting dari seorang guru, yaitu sebagai pendidik.
Di sisi lain, seorang guru juga diharapkan mampu membentuk kepribadian siswanya dengan menerapkan metode pendidikan secara universal yang mencakup tiga komponen penting dalam diri manusia, yaitu jasad, akal, dan hati. Ketiganya saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Akal sebagai media berpikir manusia harus senantiasa dilatih dan di-install dengan memasukkan data-data file segala bentuk disiplin ilmu dan pengetahuan, sedangkan jasad merupakan wadah yang perlu didik melalui olahraga, makan teratur dan sebagainya. Pepatah mengatakan di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat.
Mental para guru yang mau enaknya sendiri tanpa harus repot-repot mencari perubahan harus segera diakhiri. Guru harus menyadari bahwa keseragaman bukanlah zamannya di era global ini, keberagamanlah yang harus dkedepankan melalui daya kretaivitas masing-masing guru.
Apabila media pembelajaran telah berkembang dengan pesat saat ini, tentunya para guru harus memanfaatkan, bukan berkata sombong bahwa sejak awal dia telah melakukan pembelajaran apa adanya dan telah menghasilkan lulusan yang bermutu. Zaman berubah tentunya harus diikuti dengan perubahan cara mengajar.
Mental para siswa yang sombong dengan keakuannya dan menganggap peran guru kurang signifikan dalam membentuk dirinya segera diubah. Siswa harus menyadari bahwa peran guru tak ubahnya peran orang tua di rumah. Rasa hormat siswa kepada guru tak ubahnya rasa hormat siswa kepada orang tuanya. Hal inilah yang perlu dipahami siswa agar ilmu yang diterima bisa membawa berkah dalam hidupnya.
Revolusi mental terhadap para guru dan siswa sangat diperlukan untuk memenuhi perubahan paradigma dalam pendidikan. Selain itu, revolusi mental para guru dan siswa diharapkan dapat menekan dampak negatif era global serta untuk menghasilkan anak didik yang berkompeten dan berperilaku terpuji.
Pendidikan Ideal di Era Global
Banyaknya noda hitam dalam dunia pendidikan merupakan tanggung jawab serta PR yang harus dijawab bersama. Kondisi lingkungan, peran orang tua dan guru, pengaruh budaya, skenario-skenario acara televisi yang disetir oleh orang-orang non pribumi, figur para penguasa yang kurang baik, kesemuanya juga mempunyai pengaruh besar atas baik-buruknya pendidikan yang direalisasikan. Bagaimana tujuan pendidikan akan tercapai jika sistem pendidikan yang sudah dikemas rapi tidak dibarengi dengan revolusi mental para guru. Guru masih sering bertindak sak enake udele dewe.
Keadaan di atas menuntut adanya model pendidikan di era global dalam mengatasi dampak negatif dan perubahan paradigma dalam dunia pendidikan. Pendidikan ideal di era global setidak-tidaknya memiliki ciri sebagai berikut.
1) Pendidikan ideal di era global dapat dibentuk melalui akulturasi pendidikan umum dengan pendidikan keagamaan (pesantren atau sejenisnya). Akulturasi ini meliputi berbagai aspek, mulai dari kurikulum, cara mengajar, pencapaian yang diharapkan dan tata kelola proses pembelajaran.
2) Pendidikan ideal di era global tidak hanya mengagungkan aspek pengetahuan, tetapi juga sikap, keterampilan dan kecapakapan spiritual melalui kegiatan pembelajaran di kelas maupun di luar kelas melalui kegiatan ekstrakurikuler.
3) Pendidikan ideal di era global hendaknya mengedepankan nilai-nilai demokrasi dengan mengorangkan anak didik benar-benar sebagai orang, atau dengan istilah memanusiakan manusia.
4) Pendidikan ideal di era global tidak terlalu diintervensi oleh pemerintah sehingga para guru dan institusi pendidikan mampu untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan dan potensinya.
5) Pendidikan ideal di era global ditandai dengan adanya para guru dan semua komponen sekolah untuk saling bahu-membahu dalam mencetak anak bangsa yang berkualitas dan berperilaku terpuji.
6) Pendidikan ideal di era global ditandai dengan pembelajaran yang bermakna, bukan sekadar hafalan yang hanya dikuasasi pada saat anak didik sedang menjalani pendidikan di sekolah, tetapi bisa diterapkan dalam dunia nyata ketika sudah berada di lingkungan masyarakat.
Melalui konsep pendidikan ideal di era global di atas diharapkan cita-cita pendidikan di negara kita dapat terwujud, yaitu membentuk peserta didik secara yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, mengendalikan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan masyarakat, bangsa, dan negara.
Kesimpulan
Keberhasilan suatu pendidikan merupakan tanggung jawab kita bersama. Akan tetapi, mau tidak mau, suka tidak suka, guru merupakan barisan terdepan dalam mencetak sumber daya manusia yang memiliki daya saing tinggi, bermoral, dan bermartabat seperti yang telah diamanatkan dalam UU Sisdiknas tahun 2003. Untuk mencapai itu semua diperlukan perubahan paradigma pendidikan. Perubahan paradigma pendidikan tersebut tidak akan terlaksana apabila tidak dibarengi dengan revolusi mental para pelaku pendidikan, terutama para guru dan siswa.
Perubahan paradigma dan revolusi mental para guru bertujuan untuk mewujudkan pendidikan ideal di era global, yang meliputi pendidikan yang bermakna, pendidikan yang berakulturasi dengan pendidikan keagamaan, pendidikan tidak terlalu terintervensi pemerintah, dan pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai demokrasi.
Kepustakaan
Drost, J. 2005. Dari KBK sampai MBS. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Jalaluddin dan Idi, Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Publishing.
Soyomukti, Nurani. 2008. Pendidikan Berprespektif Globalisasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Suhartono, Suparlan. 2009. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Sujarwo. Tanpa tahun. Reorientasi Pengembangan Pendidikan di Era Global, (Online), (http://pakguruonline.pendidikan.net, diakses 25 Maret 2009).
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publishing.
Komentar :
Posting Komentar